|
Dan matahari sudah mulai muncul dari bawah tanah—err... bukan, belahan Bumi yang lain—eeh, pokoknya itulah. Kejam. Sepasang mata ber-iris hazel terbuka perlahan—ditutupi sepasang tangan kurus dengan pose melindungi, mencoba menutup organ untuk melihat itu dari sinar matahari yang bersinar perlahan—menyapu menara tempat para elang bersarang. Sesosok pemuda—pemilik sepasang mata dan sepasang tangan itu—berguling pelan menghindari cahaya sang pusat tata surya—terus menjauh dan... GEDEBUK. "Adaw." —jatuh, saudara-saudari. Mengumpat pelan sembari mengelus puncak kepalanya, pemuda itu berusaha bangkit dari posisi terkaparnya—tepat ketika selimut yang semalam dipakainya bergelung layaknya kepompong jatuh menimpanya bersamaan dengan dua buah surat. —satu dari rumah dan satu... tanpa nama? - Surat-dari-rumah
-
Hey, mornin' boy. Err... Begini. Ayah, Ibu—dan semuanya ingin meminta maaf padamu, kau tahu, insiden waktu—blablabla.
(skip it)
...intinya, maaf.
—oke, dimaafkan. Helaan nafas berkumandang pelan sementara kesepuluh jari tangan pemuda itu meremas surat itu perlahan—yang sudah berlalu, biarkan berlalu, iya kan? Ngomong-ngomong, ingatkan untuk membalas surat itu nanti. Kedua manik hazelnya berangsur ke surat selanjutnya—tampak agak nyentrik. Amplopnya biru tua, perkamennya perunggu, dan tintanya bling-bling—keren. - Surat-tanpa-nama-yang-setelah-dibaca-rupanya-dari-Rowena-Ravenclaw
-
Aloha, Artois!
Bisakah kau melihat matahari di ujung timur sana—tanda pengharapan baru, nak! Matahari bersinar cerah layaknya pengharapan baru bagi generasi elang—baik yang jantan maupun betina. Generasi muda adalah generasi yang berapi-api, semua tahu itu, dan kau adalah bagian dari mereka!—skipit, skipit.
Kau—yang di masa lalu telah meneruskan generasi Adam Ravenclaw—wasweswos.
Salam sayang, Rowena Ravenclaw.
P.S.: Louisa Napoleon, Amanda Steinhart, Rhys Flannery, dan Alphonse van Kimblee bersedia untuk melayanimu kapan saja, dan apa saja. Ciao, darling.
—HAH?! Surat kaleng? Meneruskan generasi Adam Ravenclaw? Oke, Zavala tahu cucu si Adam di asrama gagak itu sangat jarang—bukan maksudnya sedikit, tapi mereka semua tidak aktif, jarang hadir di kelas—bahasa kerennya kalau di negara Indonesia itu madol, dan Zavala mungkin terbilang, ehem, rajin masuk kelas, begitu? Dan lagi, siapa itu empat orang di pojok bawah—Napoleon agak itu familiar, namun tiga lagi...? —peduli amat, ah. Hanya orang iseng, barangkali. Mengangkat bahu pelan, pemuda itu melempar surat itu kembali ke atas tempat tidur, dan berjalan—menyeret tubuh kurusnya ke kamar mandi. —hari ini tiba-tiba Zavala ingin mencoba memasuki sebuah ruangan keramat di lantai empat—yang sebelumnya belum pernah Ia masuki. Perpustakaan. Keren kan? —sebenarnya dia hanya sedikit penasaran dengan arti surat kaleng tidak jelas yang diterimanya itu. Plin-plan? Memang. Nah, nah, sekarang disinilah Zavala, berjalan lambat diantara rak-rak buku yang menjulang. Agak berlebihan memang, tetapi tadi Zavala sempat menahan nafas sejenak saat kaki kurusnya akan menapak ke wilayah yang disebut perpustakaan itu—sebelum melenggang masuk dengan bingung ke dalam ruangan yang superbesar itu. Sebuah gumaman yang kurang lebih berbunyi 'ini ya yang namanya perpustakaan' terlantun pelan dari bibir tipisnya—sementara matanya asyik jelalatan memandangi setiap jengkal ruangan itu. BRUKK.—dan ada seorang gadis yang sepertinya adalah seniornya yang sepertinya tahun ini lulus sedang berpose kurang enak dengan kerennya diantara buku-buku yang jatuh berserakan di sekitarnya. Dengan rambut terjurai-jurai mengerikan layaknya setan penasaran yang gentayangan dan memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat tinggalnya—seperti hantu toilet dulu itu. Helaan nafas mengalir pelan dari rangkaian organ pernafasannya—disusul dengusan pelan menahan tawa. "Bisa berdiri, senior?" Zavala menunduk sedikit, menyodorkan tangan kanannya ke depan wajah kaptennya itu, sementara ekspresinya masih mesem-mesem, menahan tawa, namun dengan sorot mata agak khawatir. —mengkhawatirkan keselamatan sendiri, tahu. Siapa tahu sesosok yang mirip manusia itu suster ngesot yang makan manusia. "Atau kau itu... Se—" bisikan pelan terlantun sebagai lanjutan kata-katanya—yang digantungkannya begitu saja. Setan? —imajinasi berlebihan. Labels: 1982, artois, award, babu, ravenclaw
| |
Chronos—kenapa disaat yang menyenangkan, dia melepas waktu begitu cepat, sehingga momen bahagia sang anak manusia menghilang begitu cepat? Momen bahagia, eh? Mendengus pelan—sesosok bujang tanggung menertawakan pemikirannya sendiri. Oke, kalau boleh diakui—Zavala cukup bahagia ketika bertemu dengan gadis itu di tahun pertama di kastil tua itu. Dan Chronos merengut momen bahagia sesaat itu, dimana tangan kurus si bocah Italia itu menggenggam sebuah tangan kecil yang hangat—yang dimiliki seorang gadis yang dingin; sangat dingin. Suka? Well, mungkin perasaan itu pernah terlintas sesaat di bocah bujang labil itu—namun hanya sesaat, sepertinya—tidak lebih, tidak berlanjut; walau mungkin sedikit membekas. Atau mungkin gadis naif yang manis itu? Yang memiliki sesosok bodyguard posesif? Tidak. Nona serbagelap dengan boneka? Tidak juga. Atau... Sesosok senior cantik yang dulu menyiramnya? Not even in his wildest dream. Helaan nafas terdengar lamat-lamat, terhela perlahan dari saluran penafasan si bocah Italia itu sementara berbagai pemikiran berputar di kepalanya. Menengadahkan leher kurusnya, kedua hazelnya memandangi hal yang tersaji dengan tatapan kosong. Langit biru yang menaungi tempatnya terdiam. Luas. Tidak berbatas. Tidak bergeming. Bertahta. Kesepian. Seulas senyuman penuh arti terlayang singkat pada langit biru berawan itu—yang tentu saja tidak bisa tersenyum balik pada si bujang tanggung—berlalu. Entah berapa waktu yang dihabiskannya untuk terbengong kosong seperti itu—tapi harus diakui bahwa Zavala memang sering melakukannya. Dan dia cukup menyukainya—Zavala selalu suka momen ketika dia berdiam sendiri. Namun bukan berarti dia tidak suka berbicara dengan orang lain, tidak, Zavala cukup senang dengan keramaian juga. Namun momen kesendiriannya dengan alam memiliki arti tersendiri baginya. Hhh, jadi melantur kemana-mana. Zavala mengubah posisinya, menjauhi pohon berdaun kekuningan tempatnya berdiang—tanda musim gugur akan berlanjut—lalu berdiri memandang danau yang terhampar di hadapannya. Refleksi langit tertutur abstrak di kanvas besar bening itu—sejenak menipu kalbu. Seandainya refleksi danau itu menipu dan anak manusia melompat ke danau karena ingin menyentuh langit, apa yang akan terjadi? —dan lagi, adakah orang bodoh yang akan mengira danau adalah langit? Sepasang kaki kurus terkoordinasi statis, melangkah mendekat bibir danau. Sesaat, Zavala merasa bahwa dia adalah si anak manusia bodoh yang akan melompat ke danau demi meraih sang langit—namun si anak manusia malah akan tenggelam, menjauhi langit, terseret langit semu; lalu mati. —tidak terima kasih. Sesakitnya bujang tanggung itu, dia masih mau hidup. Menelengkan kepalanya sejenak, si bocah Italia bertanya-tanya pada pemikirannya sendiri—apa sebenarnya tujuannya menghampiri danau itu? Menyentuh sang langit? Mendesah pelan, Zavala terduduk tepat di tepi danau, bertelanjang kaki, membiarkan kesepuluh jari kaki dan kedua telapak kakinya mempermainkan unsur kehidupan yang penting itu. Kanvas bening itu. Menciptakan riak-riak dan cipratan kecil—menghancurkan imaji langit abstrak dari permukaannya— —agar tidak ada lagi anak manusia yang terjebak imaji sesaat. Kekanakan? Biarkan. Tawa berderai pelan dari bibir tipisnya, memandang refleksi dirinya sendiri di danau. Tertawa. Ekspresi yang selama ini selalu dirindukannya. Hazelnya berbinar riang, memandangi refleksi tipis spektrum tujuh warna yang mengambang tipis diatas permukaan danau—pantulan cipratan kaki kurusnya dan matahari musim semi. Tidak kekanakan—dia juga masih anak-anak. Labels: 1982, artois, IH, qualfrey
| |
Nah, kan. Zavala benar-benar jadi antagonis disini. Kedua bola mata sewarna tanahnya berputar pelan melihat sesosok makhluk-berbadan-manusia-berkepala-beruang—yang baru disadari Zavala hitam dari ujung kepala sampai ujung kaki—dan... Kakinya masih menempel pada ubin batu, jadi kesimpulannya dia manusia—ahahaha, yeah, manusia. Lambat namun pasti, tubuh manusia—iya, manusia, beneran, perempuan pula—itu merosot jatuh, terkapar menggelepar. —terisak lagi. Woy, Zavala kan cuma bertanya. Kenapa jadi terkesan seperti mem0bully begitu? "...Ma-manusia...," Yoha, satu kata yang menegaskan gadis itu adalah manusia—jujur, tadi Zavala sempat mengira itu setan yang sedang menyamar jadi manusia—ampun dijeh. Zavala berjongkok, menatap sebentar manik yang menjadi kepemilikan gadis serba hitam itu sejak lahir, warnanya ternyata benar-benar kontras—biru dan hijau. Langit dan rumput. Mengingatkan Zavala pada seseorang ya—ah, sudahlah. Tangan kurus Zavala terangkat, menepuk pelan kepala juniornya itu—rambutnya halus, hitam panjang seperti... Beludru? Dan saat itu sebuah gumaman maaf dan sebuah alasan klise mengalun lembut dengan suara sopran melankolis. "...tidak apa-apa," Zavala tersenyum kecil pada nona-serba-hitam itu. "Ngomong-ngomong, ini punyamu?" lanjutnya, tangan kurusnya meraih sebatang kayu—tongkat sihir—lalu meletakkannya di pangkuan gadis itu. "Ih waw, sedang apa kalian, eh?"Tersentak, Zavala menarik tangan kurusnya, lalu berdiri, berbalik memandang sosok pemilik suara—yang cempreng-cempreng sok tahu—lalu beralih ke seragamnya. Hm...? Anak Hufflepuff? Malam-malam begini, ada saja anak musang yang lepas dari kandangnya? Ah ya, malam terakhir di sekolah, hm? Sesaat, Zavala pikir itu adalah hari pertamanya—sesudah Pesta Awal Tahun Ajaran—di sekolah itu. Ternyata sang Chronos melepaskan waktu begitu cepat, eh? Tanpa bocah Italia itu sadari, setahun sudah nyaris berlalu sejak mati surinya. Cuih, hidup begitu cepat, besok dia harus pulang, kembali ke rumah pertamanya dan meninggalkan kastil yang sudah Ia cap sebagai rumah keduanya. Aaah, hidup. Zavala menghela nafas. —back to topic. Tadi bocah musang itu tanya apa? "...tidak sedang apa-apa, nona." Zavala nyengir, menatap bocah yang sedikit lebih pendek darinya itu. Labels: 1982, IH, ylva, zavala
| |
Benar, istirahat sejenak tidak akan membunuh. Perlahan, tapi pasti, sepasang mata ber-iris hazel milik Zavala mulai menjernih, dan pandangannya menjadi cukup jelas sekarang. Langit kembali menjadi biru, dan rumput ternyata putih, karena ditutupi tumpukan putih yang halus dan dingin, yang dulu juga menutupi tubuh Bas, Zavala, dan Vien. Nate sedang sakit saat itu, sehingga tidak diijinkan bermain bersama kakak-kakaknya waktu itu. I feel fine and I feel good I feel like I never should Whenever I get this way, I just don't know what to say
Sepasang manik hazel itu masih memandang kosong sosok bermanik hitam bening di hadapannya itu. Otak pemiliknya berusaha mengumpulkan nyawa yang sedari tadi berterbangan keluar dari tubuhnya dan berlenggang kakung seenak jidat kemana mereka mau. Bibir pemuda berambut hazel yang acak-acakan itu masih terkatup, tidak tahu apa yang mau diungkapkan. Dan nona di hadapannya itu seakan dapat membaca isi kepala Zavala. Dia menawarkan untuk kembali ke asrama. Ah, sesuatu yang sedari tadi ingin dilakukannya namun, apa daya, tubuhnya sama sekali tidak bertenaga jika harus naik berlantai-lantai menuju menara yang astaganaga tingginya itu. Dan Zavala terbangun dari mimpi indahnya. Dengan sedikit memaksa, dia mengangkat tubuhnya, bertumpu pada kedua tangannya, berusaha menyenderkan tubuhnya di pegangan tangga itu lagi. Ah, rupanya Tuhan memang sayang cucu Adam yang satu ini. Nyawa-nyawa seenak udelnya sudah kembali ke dalam tubuhnya, menyadarkan apa yang harus dilakukannya, dan mengingatkan apa yang telah dilakukannya. Hell, Zavala telah manja sepagian itu. Lagi-lagi, Zavala menutup matanya sejenak, menghela nafas panjang. Dan kejaiban berikutnya. Nona itu menawarkan bantuan. Hanya basa-basi karena ingin cepat keluar dari masalah ini, ataukah tulus? Ah, kau memang naif, Zavala. Sangat naif. Terpengaruh otakmu yang moodnya naik-turun dan tidak kulonuwun, hm? Sekarang pertanyaannya ada padamu. Menerima bantuannya, atau tidak? Dan Zavala bangkit dari duduknya, meraih tangan gadis itu. "Jika aku jatuh, maukah kau membantuku?" tanyanya, menatap lurus pada manik hitam bening gadis itu. Tatapannya sedikit memancarkan tidak suka, mungkin karena tangannya digenggam oleh Zavala. "Maaf, dan terima kasih." ulangnya, nyengir timpang, masih bingung, diantara ingin tersenyum namun merasa sedikit bersalah. Dan... Zavala menaik pelan gadis itu, membimbing, ah, mungkin malah dibimbing, nona itu untuk kembali ke asrama. Lelah yang merantai tubuhnya serasa lepas begitu saja, digantikan oleh kehangatan yang dia rasakan, dari dua tangan yang bertautan itu. Semoga permusuhan kecil itu cepat selesai. Zavala mengerling singkat ke arah nona itu, tersenyum kecil dalam hati melihat ekspresi gadis itu, yang bercampur antara khawatir, datar dan sedikit jengah. Did you regret? Ever standing by my side Did you regret? Ever holding my hand Labels: 1981, artois, IH, kimiko, never is better
| |
Menulis. Menulis. Ah, bohong. Sedari tadi, tangan itu sama sekali tidak menulis. Tangan kanan Zavala memang bergerak-gerak, dan mencoreti perkamen bersih itu. Tapi yang dilakukannya bukanlah menulis. Dia menggambar. Sepasang manik hazelnya menatap lurus ke arah perkamen yang dia nistai itu. Ada gambar thestral, werewolf dan hag. Tangan rampingnya segera meraih perkamen bergambar itu, melipatnya dan menyelipkannya ke dalam tas postmannya. Dengan segera, Ia menarik perkamen baru, yang sudah membusuk dan menunggu minta diisi sejak awal tahun ajaran, mencoba menulis. Yah, benar-benar menulis, bukan sekedar menggambar iseng-iseng begitu. Namun, otaknya masih saja blank. Blank total. Apa sih telah mereka pelajari setahunan pelajaran itu? Kok Zavala lupa semuanya, ya? Masa setelah berpikir berdekade-dekade, yang ada di perkamen Zavala hanya nama dan asramanya saja? Oke, berpikir. Ilmu hitam itu... - Quote:
-
Zavala C. Artois Ravenclaw
Ilmu Hitam, dan cabang-cabang sepermainannya.
Definisi singkat: Ilmu hitam itu... Salah satu cabang sihir, lawannya sihir putih. Katanya sih, ilmu hitam itu "banyak jenisnya, bervariasi, selalu berubah-rubah, abadi, tak dapat dikontrol, berpindah-pindah, dan tidak dapat dimusnahkan". Kebenarannya? Ah, saya tidak tahu. 8 dari 10 orang di dunia menyebutkan bahwa ilmu hitam itu berbahaya, tapi tentu saja, ada untung dan ruginya juga, kan? Oh just wrap it. Menggunakan Sihir Hitam adalah illegal. Oleh karena itu, para penyihir pun anti kepada sihir hitam. Maka dari itu, sekolah ini mengadakan pelajaran Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam.
... Zavala malah meracau tidak jelas dalam catata anehnya itu. Mata hazelnya memandang aneh pada bagian "8 dari 10 orang...". Sejak kapan Zavala melakukan voting terhadap penyihir-penyihir, heh? Biar saja, lanjutkan.- Quote:
-
A. Sihir hitam
Dari namanya juga pasti sudah tahu, sihir atau mantra hitam itu ya sihir yang efeknya hitam-hitam (apasih) dan tidak menyenangkan. Mantra-mantra seperti ini biasanya merusak secara fisik maupun psikis, dan tentu saja ilegal. Untuk lebih jelas, mari kita lihat contohnya saja.
1. Avada Kedavra: Siapa sih yang tidak tahu efeknya? Ituloh, yang dipakai Kau-Tahu-Siapa untuk membantai semua orang. Err... Kutukan tak termaafkan yang bisa membunuh orang tanpa adanya tanda bekas pembunuhan.
2. Crucio (Kutukan Cruciatus): Kroninya mantra diatas. Sama-sama kutukan tak termaafkan. Kutukan yang memberi rasa sakit yang amat sangat pada objek mantra. Eh, kalau begitu keseleo itu hasil crucio ya?
3. Imperio (Kutukan Imperius): Temannya dua mantra diatas. Kutukan tak termaafkan yang membuat pengguna mantra mendapat kendali penuh akan objek mantra.
4. Inferius: Mantra yang tidak jelas cara memakainya. Pokoknya katanya untuk membangkitkan orang mati, dimana nanti si orang mati akan ada dibawah kuasa penggunan mantra. Sepertinya digunakan untuk membangkitkan zombie di Resident Evil.
B. Benda sihir
1. Horcrux 2. Tangan Kemuliaan 3. Buku-buku terlarang (Misalnya buku-buku yang berada di seksi terlarang Perpustakaan Hogwarts) 4. Gulungan kulit ular
C. Makhluk Gaib Hitam
1. Banshee : Itu loh, setan tante-tante yang hobinya menjerit-jerit kalau ada yang mau meninggal. 2. Thestral : Makhluk hitam tidak jelas yang hanya bisa kau lihat setelah kau melihat langsung sesuatu yang disebut kematian. 3. Dementor : Tidak tahu apa itu Dementor? Kau baca koran ngga sih? Makhluk seperti jubah-jubahan yang bisa terbang dan menghisap jiwa manusia.
4. Dan teman-teman sepermainan mereka yang lain.
D. Ramuan Hitam
1. Amortentia 2. Polijus
Sekali lagi, tangan kanan Zavala berhenti, memandang catatannya itu. Oke, catatan itu sangat aneh dan penuh racauan. Tangannya sudah pegal menulis dan otaknya sudah pegal meracau, jadi Zavala memutuskan untuk berhenti menulis saja. Lagipula, itu saudah cukup panjang. Tidak ada ketentuan untuk menulis 150 kata atau lebih seperti kelas Herbologi, toh? Dan catatan itu berantakan.Peduli amat, lah. Lebih baik daripada tidak membuat sama sekali, kan? Case closed. Zavala merebahkan kepalanya dengan malas, menjulurkan tangannya kedepan, menggerak-gerakkan kakinya di bawah meja. Bosan. Mata hazelnya menangkap sosok seseorang yang dulu menyapanya di kelas transfigurasi. Namanya... Dodo? "Hei, Dodo. How's life?" Zavala, nyengir ke arah bocah pirang beremblem singa itu. Labels: 1980-1981, artois, essay, kelas mantera
| |
Musim dingin. Aduh aduh aduh. Zavala mau susu coklat panas. Sekarang. Kok hari ini terasa dingin sekali, ya? Padahal ini baru awal musim dingin. Kaki kurusnya yang terbalut celana panjang hitam berlari-lari kecil ke dapaur, meminta segelas susu coklat panas. Setelah mendapat susu coklat panasnya, alih-alih membawanya ke kamarnya, Zavala tidak menuju ke kamarnya, melainkan berdiam di ruang rekreasi asrama. Ruangan itu sepi, yeah. Sepasang manik hazelnya memandang keliling ruangan sejenak. Lalu dengan cuek, Zavala langsung melangkahkah kakinya yang terbalut sneakers putihnya melalui lantai yang dingin, mencari tempat duduk yang nyaman. Ah, hangat! Bibir tipisnya merasakan hangatnya susu coklat itu, yang terus mengalir, terus melewati tenggorokannya. Hangat dan nyaman, serta menyenangkan. Zavala menyenderkan tubuhnya lebih dalam ke tempat empuk yang Ia duduki itu. Matanya tiba-tiba terasa berat. Ukh. Zavala mengucek matanya pelan, meletakkan gelas bekas susu tadi, lalu tertidur begitu saja di kursi itu. *** Silau. Sepasang mata yang berbeda warna--- heterokromatik, kerennya --- mengerjap pelan, berusaha menyamakan intensitas cahaya yang jatuh ke retina matanya. Dengan malas, Dika mencoba bangun dari tempat tidurnya. Sedikit kesiangan, eh? Dengan mata setengah terbuka, Dika memandang berkeliling, menggaruk rambut kebiruan pendeknya yang tidak gatal. Ia lalu menyeret kaki rampingnya ke kamar mandi, mencuci mukanya lalu berganti baju. Pagi yang... cerah, sepertinya. Ah, kelas? Sudah terlalu terlambat kan, untuk masuk kelas? Lagipula homeroom teacher Technical, siapa namanya? Oh, Chopin-sensei juga jarang berada di kelas. Dan alasan yang paling jelas mengapa Dika tidak masuk kelas hari ini adalah : hari ini hari Minggu. Dengan santainya, Dika berjalan menuju Central Town. Menyusuri setiap toko dan tempat yang penuh kenangan bodoh semenjak Ia ada disitu. Langkahnya berhenti saat melewati Central Park. Bibirnya menyunggingkan seulas senyum saat melihat siapa saja yang ada di sana. Hari ini ada gathering, ya? Segera saja, kaki rampingnya yang terbalut sneakers coklat, ralat, sneakers putih dekil, berjalan menghampiri sekumpulan orang itu, meninggalkan jejak kaki yang tidak terlihat di jalan setapak central park. Tubuh kecilnya menembus atom-atom yang tidak terasa, sementara angin meniup kemeja putihnya yang tidak dikancing, menampakkan sleeveless t-shirt hitamnya. Ransel coklatnya bergantung pasrah di punggung pemiliknya, tersentak-sentak pelan seiring getaran yang diciptakan tubuh mungil itu saat berjalan. "Pagi semua!" ujarnya ringan, tersenyum kecil seperti biasa. Ramai sekali. Ada kakak kelas yang dulu Ia timpa saat dia baru pertama masuk ke akademi, ada pacar si kakak kelas, ada guru kesehatan berambut shocking pink, ada watcher songong, ada sekumpulan anak-anak elementary, bahkan ada teman satu technical. "... Boleh bergabung?" lanjutnya, memandang tiap individu di hadapannya itu dengan mata heterokromatiknya, menyunggingkan senyum lagi. Labels: artois, AS, IH, thread, yamadika
| |
Zavala, dengan Sox nemplok di kepala berambut coklatnya, turun dari kereta dengan wajah bahagia. Sox ada disitu, dan oh please, sepertinya Zavala mabuk darat, jika naik kereta bisa disebut darat. Dengan langkah gontai, Ia melangkah bersama orang-orang yang sepertinya murid baru juga, sama sepertinya. Belum sempat Ia senang, beberapa saat kemudian dia sudah berhadapan dengan danau yang super-duper-mega-giga... OK, tidak seberlebihan itu, tapi... Well, Zavala sepertinya BENCI segala yang berhubungan dengan kendaraan. Teringat kejadian di Hogwarts Express tadi, Zavala masih sedikit malu, karena tertidur di bahu gadis yang bahkan tidak Ia kenal, memeluknya sembarangan pula. Zavala merapatkan jubahnya, menghalangi angin dingin menusuk badan kurusnya. Yak, dan kapal-kapal kecil yang berisi kurang lebih tujuh, atau lebih, orang itu mulai meluncur dengan kecepatan luar biasa. Sihir tentunya. Tak ada manusia yang bisa mengayuh secepat itu, mungkin kecuali orang super besar yang tadi menjemput mereka di stasiun. Wow. itu yang terlintas di pikiran Zavala saat melihat kastil Hogwarts itu. Supermassive cool. Kastil abad pertengahan yang megah, seperti yang ada di Ensiklopedia milik Ayah di rumah. Zavala suka dengan arsitektur, namun tidak menyangka sekolah barunya akan semirip itu dengan yang ada di buku, tidak seperti sekolah lamanya yang bentuknya kotak. Zavala segera menjejakkan kakinya di daratan saat kapal itu menepi. Bukan karena dia norak, bukan juga karena terkesima. Kepalanya masih pening dan sekarang Ia deg-degan, apa petualangan yang akan menantinya dalam kastil itu? OK, semua murid yang naik perahu bersamanya ataupun tidak, yang jelas calon murid tahun pertama, bergerombol seperti kawanan sapi siap dipotong. OK, tidak dipotong. Mereka semua berjalan bergerombol dengan berkoar seperti bebek-bebek yang ingin menyebrang jalan. Zavala merinding. Yeah, aura dalam kastil itu 'berbeda' dari dunia muggle yang selama ini ditinggalinya. Well, para 'domba-domba kecil' itu melangkah ke sebuah ruangan supermassive besar, dengan lima meja super panjang. Empat berjejer, dengan murid-murid senior, dan satu di depan tengah, dengan guru-guru yang mengisi tempat duduknya. Sebentar lagi, mungkin Zavala akan jadi salah satu yang duduk di kursi panjang yang berjejeran itu. Wakil kepala sekolah, yang memperkenalkan diri sebagai Professor McGonagall memberikan instruksi, lalu meletakkan sebuah topi yang... Euh... Kusam, lusuh, jelek dan butut di atas sebuah kursi. Tidak begitu peduli, Zavala malah jelalatan melihat-lihat, adakah wajah yang dikenalnya? Oh, ada gadis-yang-tadi-Ia-peluk-dan-senderi. Bahkan Zavala belum tahu namanya. Sambil mencamkan dalam pikirannya untuk bertanya siapa namanya, tiba-tiba topi itu mulai bernyanyi sumbang. ♪♫♪♫♪♫♪♫ Tak pernah terpikir olehku Tak sedikitpun ku bayangkan Kau akan masuk ke dalam asrama mana.. Begitu sulit kubayangkan Begitu susah ku pikirkan Kau akan pergi ke mejaaa.. mu sendiri Penyihir yang sangat berani Kan kumasukkan Ke dalam asrama berlambang singa Sedangkan yang licik kan kubiarkan masuk ke kandang ular Inilah para penyihirku pekerja keras Siap tuk belajar dalam Hufflepuff Dan untuk yang pintar Ravenclaw-lah pasti.. Sekali saja ku telah bisa seleksi kamu;kamu;kamu ke asrama Namun bagiku menyatukanmu butuh usaha seumur hidup… ♪♫♪♫♪♫♪♫ Akhirnya, topi butut lusuh menyedihkan itu selesai bernyanyi. Kata Ayah, topi itu yang akan menyeleksi murid-murid baru itu. Oh, please, topi aneh butut yang bisa berbicara? Keren sih, tapi... Hhhh, sudahlah. Wakil kepala sekolah tadi, yang bernama Professor McGonagall, atau siapalah tadi, mulai memanggil nama para 'domba-domba kecil' itu satu persatu, sampai akhirnya, perlahan, perlahan, dan Zavala pun dipanggil. "Artois, Zavala Casanova." OK. Stay cool. Zavala mengatur napasnya, melangkah menuju bangku kecil yang sudah disiapkan. Topi kerucut lusuh itu agak kebesaran di kepalanya, menutupi rambut coklatnya dan sedikit melorot, hampir menutupi matanya. Dia tidak tahu akan dimasukkan kemana. Kandang singa, tempat yang pemberani? Atau liang ular, tempat si licik? Mungkin sarang musang, tempat para romusha, eh bukan. Si pekerja keras? atau Sarang elang, rumah bagi cendekiawan? "Apa saja asal bukan ular. Aku benci ular." pikir Zavala dalam hati. Labels: 1980, artois, IH, seleksi asrama
| |
DRAP DRAP DRAP! Terdengar suara langkah kaki berlari di koridor. Telinga Zavala langsung tegak. Langkah kaki beraura tidak bersahabat itu melangkah ke kamarnya. Ia langsung mendapat firasat yang amat sangat buruk. “Zav!!!” terdengar sebuah teriakan cempreng memanggil Zavala. “ZAV!!!”Tidak sampai sepuluh detik Zavala menghitung dalam hati, pintu kamar oak hitam yang menempel di dinding kamarnya menjeblak terbuka. Beberapa detik kemudian, bantal biru yang Zavala pakai untuk menutup telinganya teronggok pasrah di sisi ranjang dengan seprai senada. “ZAVALA CASANOVA ARTOIS!”, suara itu serasa ultrasonik yang memekakan telinga bagi Zavala. Sedihnya, setiap hari dia harus mendengar suara ini, karena pemilik suara itu adalah kakak perempuannya, “Sudah waktunya bangun!”Dengan malas, Zavala membuka mata sejenak, menggeliat dan membalikkan badannya memunggungi kakaknya itu. “Sebentar lagi, Vien… Sekarang kan liburan…”, gumamnya malas. Namun, seperti pikiran gadis-gadis keras kepala bahwa kakak perempuan adalah ratu, dalam hitungan detik, Zavala sudah tergeletak di lantai, senasib dengan bantal biru yang setia menemani tidurnya dan menampung liurnya itu. Dengan ogah-ogahan, Zavala bangkit dari lantai, memegang kepalanya yang sedikit pusing karena terbentur… Entahlah, salah satu barang yang bertebaran di lantai kamarnya. Saat mendongak, gadis muda dengan short-dress putih memandangnya dengan tatapan penuh kemenangan, memegang seprai biru laut yang beberapa detik lalu masih terpasang di kasur Zavala. “Oof…” Zavala bergumam kecil saat seprai birunya jatuh menutupi rambutnya yang berantakan, “Mom memanggilmu, Zav.” Ujar Cecil sebelum melangkah keluar kamar. Sepuluh menit kemudian, Zavala melangkah masuk ke ruang makan keluarga Artois. Tercium aroma hangat yang familiar dari dapur. Mrs. Artois dan Nate, adik laki-laki Zavala dan Vienna, sedang memasak sesuatu, yang mungkin bisa dibilang sarapan, jika berhasil. Nate selalu bersikeras untuk memasak, walaupun biasanya hasilnya gosong, atau belum matang. Mr. Artois sedang membaca koran, lebih tepatnya Daily Prophet, di salah satu kursi meja makan. Sementara Vienna tidak ada di ruang makan. Mungkin sedang mengurus Mekada, burung hantu miliknya. “Dad," ujar Zavala, “Ada burung hantu. Menempel di jendela kita.” “Hm…?” Mr. Artois menutup Daily Prophetnya, mengerling ke arah Mom sejenak, yang hanya mengangkat bahu. “Itu bukan Mekada ataupun Sol. Pasti surat dari suatu tempat. Bukakan jendela, Zav.” perintah Mr. Artois. Zavala berdiri, menghampiri jendela dan membukanya. Burung hantu itu langsung menghambur ke arahnya, menjatuhkan surat tangan Zavala. Zavala memperhatikan sejenak surat itu. Di surat yang tampak tua itu tertera namanya. - Quote:
SEKOLAH SIHIR HOGWARTS
Kepala sekolah: Albus Dumbledore (Order of Merlin, Kelas Pertama, Penyihir Hebat, Kepala Penyihir, Konfederasi Sihir Internasional)
Mr. Artois yang baik, Dengan gembira kami mengabarkan bahwa kami menyediakan tempat untuk Anda di Sekolah Sihir Hogwarts. Terlampir daftar semua buku dan peralatan yang dibutuhkan. Tahun ajaran baru mulai 1 September. Hormat saya, Minerva McGonagall Wakil Kepala Sekolah
SEKOLAH SIHIR HOGWARTS
Seragam Siswa kelas satu memerlukan: 1. Tiga setel jubah kerja sederhana (hitam) 2. Satu topi kerucut (hitam) untuk dipakai setiap hari 3. Sepasang sarung tangan pelindung (dari kulit naga atau sejenisnya) 4. Satu mantel musim dingin (hitam, kancing perak) Tolong diperhatikan bahwa semua pakaian siswa harus ada label namanya.
Buku Semua siswa harus memiliki buku-buku berikut: Kitab Mantra Standar (Tingkat 1) oleh Miranda Goshawk Sejarah Sihir oleh Bathilda Bagshot Teori Ilmu Gaib oleh Adalbert Waffling Pengantar Transfigurasi Bagi Pemula oleh Emeric Switch Seribu Satu Tanaman Obat dan Jamur Gaib oleh Phyllida Spore Cairan dan Ramuan Ajaib oleh Arsenius Jigger Hewan-hewan Fantastis dan di Mana Mereka Bisa Ditemukan oleh Newt Scamander Kekuatan Gelap: Penuntun Perlindungan Diri oleh Quentin Trimble
Peralatan lain 1 tongkat sihir 1 kuali (bahan campuran timah putih-timah hitam, ukuran standar 2) 1 set tabung kaca atau kristal 1 teleskop 1 set timbangan kuningan
Siswa diizinkan membawa burung hantu ATAU kucing ATAU kodok
ORANGTUA DIINGATKAN BAHWA SISWA KELAS SATU BELUM BOLEH MEMILIKI SAPU SENDIRI
“Dad, ini bukan bulan April, kan?” tanya Zav bodoh, melangkah kembali ke kursi setelah memberi burung hantu itu minum. Semua orang memandangnya dengan tatapan ‘ please dong ah’. “Apa? Kenapa?” tanya Zav lagi. Ia menyodorkan surat yang ia terima pada Dad. “Jadi…” ujar Mr. Artois perlahan dengan tatapan serius setelah selesai membaca surat itu. Perlahan, tatapan seriusnya berubah menjadi senyuman lebar, “Kita harus belanja banyak! Kau seorang penyihir, Nak! Akhirnya, seorang lagi penyihir di keluarga kita!”, Dad tampak gembira. Well, Mrs. Artois Muggle, begitu pula Vienna. “Kalau begitu, kau harus bersiap, Zavala…” Mrs. Artois mengelus rambut Zav pelan. Labels: 1980, artois, hogwarts, IH, surat tahun pertama
| |
[Nama -- Panggilan]: Zavala Casanova Artois — Zavala. [Status Darah]: Halfblood [Tempat dan Tanggal Lahir]: Venezia, 21 November 1969 [Suku Bangsa Karakter]: Italia - Inggris [Asrama]: Ravenclaw [Tahun Masuk Hogwarts]: 1980 [Peliharaan]: Kucing — Sox. (Udah kawin dan punya beberapa anak =w=) Kucing — Fa (Anaknya Sox, lols.) Burung hantu — Qwerty (Punya keluarga.) [Tongkat sihir]: Reed 30cm, Inti taring drakula. [Sapu terbang]: — [Posisi di Tim Quidditch]: — Latar Belakang Keluarga[Nama Ayah]: Luigi Mazzola Artois ( Ravenclaw, Pureblood) [Nama Ibu]: April Mayvy Hargett (Muggle) [Nama Saudara]:- Basil Artois — kakak laki-laki (Penyihir, Halfblood, Durmstrang.) [Diklaim meninggal oleh orang setempat setelah sebuah peristiwa.] - Vienna Meaza Artois — kakak perempuan (Muggle) - Nathanael Felice Artois — adik laki-laki (Muggle) [Latar Belakang Keluarga]:Keluarga semi-penyihir blasteran yang sederhana dan biasa-biasa saja. Keluarga Ayahnya adalah pengusaha millefiore turun-temurun yang terbilang cukup sukses. Si Ayah bertemu dengan Ibunya saat satu Universitas di Inggrid dulu dan jatuh cinta kemudian menikah. Namun sesuai denga aturan keluarga pengrajin millefiore, orang yang sudah pernah mengecap pendidikan pembuatan merchandise khas pulau Murano tidak boleh keluar dari pulau itu; jadilah Luigi Artois dan April Hargett kembali ke Italia dan menikah disana. Dari empat anak turunan keluarga Artois; hanya Basil dan Zavala yang memiliki turunan darah penyihir. Basil kekeuh dimasukkan ke Durmstrang oleh si Kakek, dan setelah lulus dari Durmstrang, Basil sebagai anak sulung memutuskan untuk belajar keterampilan turun temurun keluargnya, namun Basil dinyatakan meninggal (karena hilang dan belum ditemukan) setelah sebuah peristiwa kecil yang disebabkan oleh Zavala. Kakak perempuannya, Vien, supergalak supernyolot padanya dan seringkali kasar padanya, tapi disisi lain sangat perhatian pada adik laki-laki pertamanya itu; sehingga Zavala seringkali lola terhadap rasa sakit yang dialaminya (udah kena tabok baru sadar beberapa detik kemudian). Adik laki-lakinya, Nath, terobsesi jadi koki; tapi tidak punya skill dan sering membuat seisi rumah ribet sendiri ketika dia memasak, dan Nath menjadikan Zavala sebagai objek percobaannya sejak Nath mulai belajar memasak umur 7 tahun (umurnya dengan Zavala terpaut -+ 3 tahun;) dan selama jadi objeknya itu lambung Zavala akhirnya terbiasa dengan makanan yang rasanya super futuristik (gado-gado saus spaghetti, spaghetti sambel oncom, dst /plaks)Intinya? Zavala seksi sibuk keluarga :3 /PM disepakData Personal[Personaliti Karakter]: Agak cuek, iseng, sering asal ngomong, terkadang sinis, moody, suka bercanda, berisik, sering seenak jidat sendiri, bebal, kayaknya krispi. [Bakat dan Kekurangan]: [#] Bakat: - (sepertinya) Pelajaran yang menggunakan tongkat. - Menggambar.(?) - Baseball. [#] Kekurangan: - Semua pelajaran yang hubungannya dengan tanaman, teori dan bintang-bintangan. - Berhitung. - Bebal. Keterangan Lain- Pelupa; sedikit alzheimer(?) - Indera perasanya cukup kuat. - Entah kenapa memiliki kebiasaan terus-menerus bertemu seorang senior seasramanyanya secara tidak sengaja setiap tahunnya. - Sejak tahun keduanya di Hogwarts, Sox, kucing peliharaannya kawin dengan kucing lain lalu tinggal di rumah induk betinanya; dan keluarganya mendapat berbagai kucing baru; yang mulai tahun kelimanya akan dibawa lagi; Fa. Labels: artois, profil
| |
|
Zavala Casanova Artois :)
21 November. / Murano, Venice, Italy. / Ordinary krispi Italian youngster.
Babu + seksi sibuk keluarga. Serbacoklat. Pelupa. Cuek. Pendiam?
Zavala Casanova Artois (c) Yama's brain (MEH!)
Potraited by Justin Chatwin (c) God.
Quotes taken from Last Night on Earth by Green Day (21st Century Breakdown)
|
A fragment of beauty below the moonlite. A sweet caress of camomile. A love.
A drop of melancholic mischief. A sister. A partner-in-crime.
|
| | |