1981; Dreamcamp.
Musim dingin.
Aduh aduh aduh. Zavala mau susu coklat panas. Sekarang.
Kok hari ini terasa dingin sekali, ya? Padahal ini baru awal musim dingin.
Kaki kurusnya yang terbalut celana panjang hitam berlari-lari kecil ke dapaur, meminta segelas susu coklat panas. Setelah mendapat susu coklat panasnya, alih-alih membawanya ke kamarnya, Zavala tidak menuju ke kamarnya, melainkan berdiam di ruang rekreasi asrama. Ruangan itu sepi, yeah. Sepasang manik hazelnya memandang keliling ruangan sejenak. Lalu dengan cuek, Zavala langsung melangkahkah kakinya yang terbalut sneakers putihnya melalui lantai yang dingin, mencari tempat duduk yang nyaman.
Ah, hangat!
Bibir tipisnya merasakan hangatnya susu coklat itu, yang terus mengalir, terus melewati tenggorokannya. Hangat dan nyaman, serta menyenangkan. Zavala menyenderkan tubuhnya lebih dalam ke tempat empuk yang Ia duduki itu. Matanya tiba-tiba terasa berat. Ukh. Zavala mengucek matanya pelan, meletakkan gelas bekas susu tadi, lalu tertidur begitu saja di kursi itu.
***
Silau.
Sepasang mata yang berbeda warna--- heterokromatik, kerennya --- mengerjap pelan, berusaha menyamakan intensitas cahaya yang jatuh ke retina matanya. Dengan malas, Dika mencoba bangun dari tempat tidurnya. Sedikit kesiangan, eh?
Dengan mata setengah terbuka, Dika memandang berkeliling, menggaruk rambut kebiruan pendeknya yang tidak gatal. Ia lalu menyeret kaki rampingnya ke kamar mandi, mencuci mukanya lalu berganti baju. Pagi yang... cerah, sepertinya.
Ah, kelas? Sudah terlalu terlambat kan, untuk masuk kelas? Lagipula homeroom teacher Technical, siapa namanya? Oh, Chopin-sensei juga jarang berada di kelas. Dan alasan yang paling jelas mengapa Dika tidak masuk kelas hari ini adalah : hari ini hari Minggu. Dengan santainya, Dika berjalan menuju Central Town. Menyusuri setiap toko dan tempat yang penuh kenangan bodoh semenjak Ia ada disitu.
Langkahnya berhenti saat melewati Central Park. Bibirnya menyunggingkan seulas senyum saat melihat siapa saja yang ada di sana.
Hari ini ada gathering, ya?
Segera saja, kaki rampingnya yang terbalut sneakers coklat, ralat, sneakers putih dekil, berjalan menghampiri sekumpulan orang itu, meninggalkan jejak kaki yang tidak terlihat di jalan setapak central park. Tubuh kecilnya menembus atom-atom yang tidak terasa, sementara angin meniup kemeja putihnya yang tidak dikancing, menampakkan sleeveless t-shirt hitamnya. Ransel coklatnya bergantung pasrah di punggung pemiliknya, tersentak-sentak pelan seiring getaran yang diciptakan tubuh mungil itu saat berjalan.
"Pagi semua!" ujarnya ringan, tersenyum kecil seperti biasa.
Ramai sekali. Ada kakak kelas yang dulu Ia timpa saat dia baru pertama masuk ke akademi, ada pacar si kakak kelas, ada guru kesehatan berambut shocking pink, ada watcher songong, ada sekumpulan anak-anak elementary, bahkan ada teman satu technical.
"... Boleh bergabung?" lanjutnya, memandang tiap individu di hadapannya itu dengan mata heterokromatiknya, menyunggingkan senyum lagi.
Labels: artois, AS, IH, thread, yamadika

