1982; Konspirasi Babu
Dan matahari sudah mulai muncul dari bawah tanah—err... bukan, belahan Bumi yang lain—eeh, pokoknya itulah. Kejam.
Sepasang mata ber-iris hazel terbuka perlahan—ditutupi sepasang tangan kurus dengan pose melindungi, mencoba menutup organ untuk melihat itu dari sinar matahari yang bersinar perlahan—menyapu menara tempat para elang bersarang. Sesosok pemuda—pemilik sepasang mata dan sepasang tangan itu—berguling pelan menghindari cahaya sang pusat tata surya—terus menjauh dan...
GEDEBUK. "Adaw."
—jatuh, saudara-saudari.
Mengumpat pelan sembari mengelus puncak kepalanya, pemuda itu berusaha bangkit dari posisi terkaparnya—tepat ketika selimut yang semalam dipakainya bergelung layaknya kepompong jatuh menimpanya bersamaan dengan dua buah surat. —satu dari rumah dan satu... tanpa nama?
- Surat-dari-rumah
Hey, mornin' boy.
Err... Begini.
Ayah, Ibu—dan semuanya ingin meminta maaf padamu, kau tahu, insiden waktu—blablabla.
(skip it)
...intinya, maaf.
—oke, dimaafkan. Helaan nafas berkumandang pelan sementara kesepuluh jari tangan pemuda itu meremas surat itu perlahan—yang sudah berlalu, biarkan berlalu, iya kan? Ngomong-ngomong, ingatkan untuk membalas surat itu nanti. Kedua manik hazelnya berangsur ke surat selanjutnya—tampak agak nyentrik. Amplopnya biru tua, perkamennya perunggu, dan tintanya bling-bling—keren.
- Surat-tanpa-nama-yang-setelah-dibaca-rupanya-dari-Rowena-Ravenclaw
Aloha, Artois!
Bisakah kau melihat matahari di ujung timur sana—tanda pengharapan baru, nak! Matahari bersinar cerah layaknya pengharapan baru bagi generasi elang—baik yang jantan maupun betina. Generasi muda adalah generasi yang berapi-api, semua tahu itu, dan kau adalah bagian dari mereka!—skipit, skipit.
Kau—yang di masa lalu telah meneruskan generasi Adam Ravenclaw—wasweswos.
Salam sayang,
Rowena Ravenclaw.
P.S.: Louisa Napoleon, Amanda Steinhart, Rhys Flannery, dan Alphonse van Kimblee bersedia untuk melayanimu kapan saja, dan apa saja. Ciao, darling.
—HAH?! Surat kaleng?
Meneruskan generasi Adam Ravenclaw? Oke, Zavala tahu cucu si Adam di asrama gagak itu sangat jarang—bukan maksudnya sedikit, tapi mereka semua tidak aktif, jarang hadir di kelas—bahasa kerennya kalau di negara Indonesia itu madol, dan Zavala mungkin terbilang, ehem, rajin masuk kelas, begitu? Dan lagi, siapa itu empat orang di pojok bawah—Napoleon agak itu familiar, namun tiga lagi...?
—peduli amat, ah. Hanya orang iseng, barangkali.
Mengangkat bahu pelan, pemuda itu melempar surat itu kembali ke atas tempat tidur, dan berjalan—menyeret tubuh kurusnya ke kamar mandi. —hari ini tiba-tiba Zavala ingin mencoba memasuki sebuah ruangan keramat di lantai empat—yang sebelumnya belum pernah Ia masuki. Perpustakaan. Keren kan?
—sebenarnya dia hanya sedikit penasaran dengan arti surat kaleng tidak jelas yang diterimanya itu. Plin-plan? Memang.
Nah, nah, sekarang disinilah Zavala, berjalan lambat diantara rak-rak buku yang menjulang. Agak berlebihan memang, tetapi tadi Zavala sempat menahan nafas sejenak saat kaki kurusnya akan menapak ke wilayah yang disebut perpustakaan itu—sebelum melenggang masuk dengan bingung ke dalam ruangan yang superbesar itu. Sebuah gumaman yang kurang lebih berbunyi 'ini ya yang namanya perpustakaan' terlantun pelan dari bibir tipisnya—sementara matanya asyik jelalatan memandangi setiap jengkal ruangan itu.
BRUKK.
—dan ada seorang gadis yang sepertinya adalah seniornya yang sepertinya tahun ini lulus sedang berpose kurang enak dengan kerennya diantara buku-buku yang jatuh berserakan di sekitarnya. Dengan rambut terjurai-jurai mengerikan layaknya setan penasaran yang gentayangan dan memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat tinggalnya—seperti hantu toilet dulu itu. Helaan nafas mengalir pelan dari rangkaian organ pernafasannya—disusul dengusan pelan menahan tawa.
"Bisa berdiri, senior?" Zavala menunduk sedikit, menyodorkan tangan kanannya ke depan wajah kaptennya itu, sementara ekspresinya masih mesem-mesem, menahan tawa, namun dengan sorot mata agak khawatir. —mengkhawatirkan keselamatan sendiri, tahu. Siapa tahu sesosok yang mirip manusia itu suster ngesot yang makan manusia. "Atau kau itu... Se—" bisikan pelan terlantun sebagai lanjutan kata-katanya—yang digantungkannya begitu saja. Setan?
—imajinasi berlebihan.
Labels: 1982, artois, award, babu, ravenclaw

