1983; Voiceless
Imaji. Mimpi. Emosi. Memori. Kenyataan. Sakit.
Moon don't tell me lies, don't let me roam forever.
Mimpi membuat manusia jauh dari kenyataan, jadi kita harus menjauhi mimpi; itu yang pernah diungkapkan seseorang ketika sang bujang tanggung yang tengah terlelap terbungkus kesunyian disitu bercerita soal mimpinya, jauh di masa kecilnya. Mimpi membuat orang terbang; dan kalau terbang terlalu tinggi, rasanya sangat sakit kalau nanti terjatuh; begitu ungkap saudari sedarah si bocah ketika dia bertanya kenapa sang kakak tidak ingin bermimpi. Mimpi itu buruk, mimpi itu menakutkan. Begitu jawab satu-satunya adik yang dimiliki si lelaki Italia ketika si lelaki mendapati sang adik terbangun dari tidur malamnya. Orang yang terlalu banyak bermimpi itu bodoh; mereka tidak pernah dewasa; nasehat itu yang tertutur tegas dari bibir sang Ibunda ketika Zavala bertanya maksud frasa-frasa yang diungkapkan berbagai oknum yang dikenal si bocah.
Jadi, mimpi itu sampah, begitu?
Moonlight take the sky, show me the way to heaven.
Tubuh kurus si bujang tanggung berbalik pelan, secara refleks mencari posisi untuk terlelap yang lebih baik karena rasa sakit yang dirasakan tengkuknya semakin menjadi setiap detik-detik yang luruh dalam jatah waktu hidupnya. Tubuh kurus yang terbalut kaus putih seadanya itu terlihat kosong; tampak terlalu lelah untuk bergerak karena setiap titik usahanya beradaptasi dengan gaya kelas baru sementara sudah nyaris dua tahun dia absen dan menjadi tidak eksis dan terlupakan diantara teman-teman seangkatannya—sementara jiwa sang pemilik melayang dalam angannya untuk pergi ke bulan, terus melayang mengelilingi tata surya, tengggelam dalam bayang-bayang sang dewi malam yang bersemayam di hamparan beludru hitam luas, menjadi saksi bisu setiap tarikan dan hembusan nafas si bujang tanggung.
Hidup itu melelahkan, brengsek.
TRANGG!
Denting besi-besi yang beradu menggema di seluruh ruangan temaram itu, chestnut Zavala terbuka hambar, kemudian selaput dan kelopaknya terkatup lagi, entah kembali dalam imaji mimpi yang terpapar indah dalam peta pikirannya atau terdiam dan berpura-pura tidak terbangun untuk mengawasi keadaan, atau setidaknya membiarkan si pembuat suara yang tampaknya sedang panik untuk pergi melarikan diri; well, Zavala sama sekali tidak terganggung kok; setidaknya, sepertinya untuk sekarang ini tubuh itu bahwa tidak berjiwa—dan pada hakikatnya alfa, mati sejenak; terbawa arus mimpi absurd yang tidak pernah diketahui akhirnya—kematian, kah?
I stay, I pray, I see you in heaven far away,
I stay, I pray, I see you in heaven one day.
Bohong kok, bocah Italia itu tidak mati; setidaknya... Belum.
Tarikan nafas teratur seharusnya sudah cukup menjadi bukti bahwa tubuh itu masih hidup, kan, setidaknya raganya hidup, walaupun jiwanya terhapus sedikit demi sedikit, sementara eksistensinya mulai menghilang sampai akhirnya menjadi onggokan daging bernama, dan bisa melakukan kegiatan yang biasa dilakukan yang pada hakikatnya adalah manusia, namun si tumpukan daging tidak bisa disebut manusia; karena dia gagal. Sangat gagal. Dan terlalu berdosa sampai-sampai tidak diberikan kesempatan kedua untuk mencoba lagi; terlalu payah untuk mengembalikan eksistensi yang pernah hinggap dalam setiap orang yang ingat namanya.
Kau terlalu idiot, bocah. Dan kau brengsek.
Labels: 1983, agatheness, artois, asrama ravenclaw, bulan, moonlight, voiceless

