1983; Voiceless
Mimpi buruk. Sangat.
Zavala merasakannya; keberadaan anak manusia lain di ruangan luas itu; kamomil. Kedua butir chesnutnya masih tertutup rapat-rapat, mencoba memberi impresi bahwa dia masih terlelap; menajamkan pendengaran dan insting akan pergerakan di sekitarnya; mengatur nafas setenang mungkin—jelas; cucu hawa beraroma kamomil itu jelas dikenal oleh bujang tanggung itu—
"Kau punya bakat."
Butir chesnut Zavala mengerling lambat, memandang sesosok cucu hawa yang sedang selonjoran di dekatnya; antara bingung dan tertarik dengan topik baru yang tiba-tiba disebutkan oleh teman seangkatannya itu. Alis bujang tanggung itu terangkat sedikit, menunggu si lawan bicara melanjutkan kata-katanya.
"Bakat menggoda perempuan polos."
"Hahaha. HAH?! Siapa?" perempuan polos?
"Agatheness, sepertinya."
"Hah? Menggoda maksudmu?"
"Kau tentu mengerti maksudku."
"Aku jelas tidak menggodanya."
"Oh ya?
"I—iya?"
"Ya, kau menggodanya."
"HAH? Demi apa?"
"Firasat."
"Menggoda—seperti apa?"
"Membuatnya... menangis?" Senyum kemenangan.
—bingo. Agatheness, Si perempuan polos menurut persepsi rekannya itu.
Okeee, tidak perlu diingatkan berkali-kali, kan, bahwa Zavala pernah membuat nona serba hitam yang polos itu nyaris dua kali? Saat mereka pertama kali bertemu gadis itu nyaris menangis; saat bertemu sekali lagi dia sukses menitikkan air mata dari kedua maniknya yang unik itu; sehijau rumput dan sebiru langit—warna yang begitu kontras namun tampak cantik—setidaknya terlihat cocok bagi si bujang tanggung jika nona serba hitam itu yang memilikinya.
Alis bocah Italia itu terangkat pelan ketika gadis itu kembali berbicara; seolah bercengkrama dengan orang lain yang ada di situ; walau jelas tidak ada entitas berlabel manusia di ruangan luas itu. Jelaslah bujang tanggung itu tahu si gadis berkata-kata pada siapa. Svarte, kan—boneka beruang lucu yang pernah direbut Zavala ketika Pesta Akhir Tahun; boneka manis berwangi sama dengan pemiliknya—ah, kamomil, kamomil.
Entah kenapa Zavala tidak bisa berhenti jatuh cinta pada wangi itu.
Keretak kecil bergema di hadapannya lirih, nyaris tak terdengar. Sinaran temaram api yang semakin lama semakin redup—api yang jelas tidak begitu diperlukan malam itu yang notabene kaya akan sinaran kaca besar pengiring Bumi yang memantulkan pancaran pusat tata surya yang sedang bersinar di belahan lain Bumi; di Asia, mungkin? Saat ini, rasanya bulan seperti spotlight; tokoh utamanya jelas sosok ringkih yang masih mengagumi sinaran cerah yang menelisik masuk dari kaca-kaca transparan itu. Hm? Dan Zavala?
Antagonis, jelas. Penggoda gadis polos. HAHA.
Membuka kedua butiran chesnutnya diam-diam, berusaha agar kedua manik coklat beningnya tidak memantulkan kilatan api yang masih menari lesu di depannya, Zavala menelan ludah; masih berusaha mematung. Langkah-langkah mendekat mengecilkan jarak antara mereka berdua; lalu terhenti. Hening.
"Maaf."
Serak basah terlantun; nyaris bersamaan dengan lirihan sopran melankolis yang mengatakan hal yang sama. Hening lagi.
Sementara si bocah Italia tertegun; tersembunyi dalam siluet malam.
Labels: 1983, agatheness, artois, asrama ravenclaw, bulan, moonlight, voiceless

